• Home
  • About
    • Author
    • Satsuma Biru
  • Categories
    • Travel
    • Culture
    • Live Hack
  • Countries
    • Australia
    • Indonesia
    • Japan
    • South Korea
  • Language
    • 日本語
    • English
    • Bahasa
  • Others
    • FAQ
    • miscellaneous
    • blog walking
linkedin facebook twitter instagram pinterest bloglovin Email

Satsuma Biru

Ikatlah Ilmu dengan Menuliskannya - Ali bin Abi Thalib -

Artificial Intelligent (AI), atau dalam bahasa Indonesia dikenal dengan istilah Kecerdasan Buatan, akhir-akhir ini memang semakin banyak diperbincangkan, terutama pasca dirilisnya ChatGPT ke publik. Kecerdasan buatan memang secara nyata mempermudah kehidupan manusia dari berbagai bidang, tidak terkecuali di bidang wisata (tourism). 

Saya sempat iseng mencoba ChatGPT untuk bertanya tentang cara travel ke Jepang dengan low budget, dan ternyata jawabannya cukup representative lho.. Mewakili pengalaman saya selama tinggal dan travel di Jepang.

ChatGPT

Selain ChatGPT, kira-kira apa saja manfaat kecerdasan buatan bagi para traveler ya? Yuk berikut kita ulas satu persatu....

1. Personalisasi Wisata

Kecerdasan buatan dapat menganalisis preferensi, perilaku, dan riwayat wisatawan untuk menawarkan rekomendasi perjalanan yang dipersonalisasi, seperti menyarankan destinasi, akomodasi, dan aktivitas yang sesuai dengan minat dan anggaran mereka.

Bentuk teknologi ini bisa seperti chatbot yang mengarahkan kita dengan pertanyaan spesifik kemudian memberi rekomendasi yang sesuai, atau pilihan "sort by" pada laman website maupun aplikasi perjalanan.

2. Perencanaan Perjalanan yang Lebih Baik


Alat perencanaan perjalanan yang didukung oleh kecerdasan buatan dapat membantu wisatawan menghemat waktu dan tenaga dengan mengotomatiskan proses pembuatan rencana perjalanan, termasuk penerbangan, akomodasi, dan aktivitas. Alat-alat ini juga dapat menyarankan rute dan opsi yang paling efisien dan hemat biaya.

Contoh fasilitas seperti ini sudah ada di google map (dan fasilitas map serupa) yang biasanya memberikan info beberapa pilihan rute disertai estimasi waktu dan real time info kepadatan arus pada jalur tersebut. 

3. Pembaruan perjalanan secara real-time

Kecerdasan buatan dapat memberikan informasi terbaru secara real-time kepada para pelancong mengenai penundaan penerbangan, perubahan gate, peringatan cuaca, dan informasi terkait perjalanan lainnya. Hal ini dapat membantu wisatawan tetap terinformasi dan menyesuaikan rencana mereka.

Nah, ini penting banget kan ya... Biasanya sih ini tersedia di aplikasi maskapai penerbangan dan juga aplikasi prakiraan cuaca yang kita gunakan. Tentunya nggak ada yang mau terjebak hujan-petir di saat lagi traveling.

4. Penerjemah bahasa asing

Alat penerjemah yang didukung AI dapat membantu wisatawan berkomunikasi dengan penduduk lokal di negara asing, sehingga memudahkan navigasi dan berinteraksi dengan orang lain.

Selain aplikasi penerjemah (seperti google translate, DeepL, dll), mungkin sudah pada aware juga kalau sekarang ini ada alat yang dia bentuknya seperti mikrofon, tapi bisa berbicara dengan kita. Nah, alat seperti ini sudah dipakai sebagai penerjemah saat Tokyo Olympic 2022 kemarin dan sekarang juga dijadikan andalan tourism area di Jepang. 


Demikianlah sedikit ulasan tentang Kecerdasan Buatan (AI) yang dapat membuat perjalanan menjadi lebih efisien, menyenangkan, dan dipersonalisasi, sehingga membantu wisatawan memaksimalkan pengalaman para traveler.

Sampai Jumpa di Cerita Perjalanan Berikutnya...

Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Terinspirasi ikutan Jakarta Walking Tour (@jktgoodguide), sempat kepikiran untuk ikut kegiatan serupa di Yogyakarta buat muterin tempat-tempat sejarah yang mungkin kalo saya jalan sendiri nggak bakal tau what the story and history behind...  Tapi karena sampai H-sekian nggak ada balasan email (kayaknya rute Kotagede ini juga in high demand), jadinya ke sana ditemenin sama dua orang teman kerja yang notably orang asli Yogya..

Jalan-jalan ke Yogyakarta kali ini sambil tipis-tipis napak tilas sejarah di Kotagede. 

Kenapa tiba-tiba memutuskan ke sini? Jadi ceritanya waktu itu buat persiapan Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) CPNS, saya malah terdistraksi nonton film Sultan Agung: Tahta, Perjuangan, Cinta (2018) di Netflix. Maksudnya biar nggak susah-susah baca buku sejarah, mending belajar sambil nonton aja hhehe.. Trus saat liat scene bagian pemakaman Sultan Agung di Kompleks Makam Imogiri, Bantul dan langsung terpikat sama undak-undakan di gapura pintu masuknya yang bagus banget menurut saya 😅. Setelah googling-googling, eh ternyata di Kotagede juga ada lho versi pertama dan lebih mini tapi nggak kalah sisi historisnya.

Sedikit pengantar, Kotagede mulanya adalah pusat Kerajaan Mataram Kuno (Hindu) yang kemudian dipindahkan ke Jawa Timur (konon salah satu alasannya akibat letusan gunung merapi yang dahsyat) sehingga wilayah ini berubah menjadi hutan lebat yang dikenal dengan nama Alas Mentaok. Beberapa abad kemudian, Alas Mentaok menjadi bagian dari wilayah Kesultanan Pajang yang dihadiahkan oleh Sultan Hadiwijaya (Sultan Pajang saat itu) kepada Ki Gede Pemanahan. Alas Mentaok ini kemudian dijadikan sebagai sebuah kadipaten kecil yang dinamai Mataram oleh Ki Gede Pemanahan yang kemudian kepemimpinannya dilanjutkan oleh Danang Sutawijaya (Dikenal juga dengan nama Senopati). Singkat cerita, Senopati menjadi Raja Kesultanan Mataram yang pertama bergelar Panembahan. Nah, Alas Mentaok yang tepatnya berada di daerah Kotagede saat ini dulunya pernah menjadi ibukota Kasultanan Mataram.

I remember the lullaby story of my father when I was 7 years old talked about the war between Jaka Tingkir (Sultan Hadiwijaya) versus Arya Penangsang.. With help from Ki Ageng Pamanahan, Ki Panjawi and Ki Juru Martani (known as the Three Musketeers of Mataram), they defeated Arya Penangsang.. In those war, Danang Sutawijaya (the son of Ki Ageng Pamanahan which also the adopted child of Sultan Hadiwijaya, which then would be known as Panembahan Senopati the first King of Mataram Sultanate) help his fathers.

Perjalanannya dimulai dari sini...

Jadi, menurut Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta, konsep tata kota/tata wilayah tradisional Jawa di Kotagede menerapkan empat elemen (catur gatra), yang terdiri dari rumah raja, pasar, alun-alun, dan masjid. Dari keempat elemen tersebut, yang masih dapat dilihat sampai sekarang hanya masjid (masjid Ageng) dan pasar Kotagede. 

Well,.. kali ini kita bakal jalan-jalan ke Masjid Gede Mataram dan kompleks pemakaman Raja-raja di Kotagede yang tepatnya berada di Sayangan, Jagalan, Kec. Banguntapan, Kab. Bantul, Yogyakarta. Untuk menuju ke sana, pengunjung dapat menggunakan Trans Yogya kemudian dilanjutkan dengan transportasi online menuju ke lokasi.

Area parkir bagi pengunjung yang membawa kendaraan pribadi

Tidak jauh dari pakiran, kita berjalan menyusuri sebuah gang kecil dengan gapura berarsitektur paduraksa (arsitektur Jawa & Bali kuno yang merupakan perpaduan Hindu-Buddha) pada bagian ujung jalan. Pertama-tama, kita tidak langsung masuk ke dalam gapura melainkan berjalan mengelilingi tembok luar dari kompleks masjid dan makam terlebih dahulu.

Gapura memasuki Masjid Gede dan area pemakaman

Dari luar kompleks ini kita bisa melihat tembok besar yang dibangun mengelilingi kompleks Masjid Gede dan Pemakaman, serta Sendang Kemuning yang berbaur dengan rumah penduduk. Dari tembok luar juga kita bisa melihat Sendang Kakung dan gapura masuknya.

Tembok di sekeliling kompleks Masjid Gede dan Makam

Sendang Kemuning

Gapura menuju ke Sendang Seliran tampak dari luar pagar

Setelah memutari pagar kompleks dari luar, saatnya kita memasuki gapura yang langsung menuju ke halaman Masjid Gede. Di sebelah kanan papan nama dan papan penjelasan, terdapat prasasti hijau yang menceritakan proses pembangunan Masjid Gede yang belangsung dalam dua tahap, yaitu tahap pertama oleh Sultan Agung dan tahap kedua oleh Paku Buwono X. 

Masjid Gede sendiri memiliki arsitektur limasan, sebuah gaya arsitektur Jawa yang sudah ada sejak zaman Mataram Kuno, yang dicirikan dengan atap yang berbentuk limas dan ruangan yang terbagi menjadi ruang inti dan serambi. Hingga saat ini Masjid Gede masih aktif digunakan oleh warga untuk kegiatan keislaman.

Masjid Gede dan Prasasti Hijau di kompleks halamannya

Papan Informasi tentang Masjid Gede dan Kompleks Pemakaman Raja-raja Mataram

Selanjutnya, disebelah kiri terdapat gapura memasuki kompleks pemakaman lapisan yang pertama. Di situ terdapat tulisan "Kanjeng Panembahan Senapati Bertahta Keradjaan Mataram" disertai informasi tahun-tahun penting. 

Gapura pintu masuk kompleks pemakaman (I)

Di sini terdapat kamar kecil (toilet) dan karena matahari sore tenggelam di sebelah barat tampak dari Gapura pintu ke-II ini, maka saya sempatkan mengambil gambar sunset.

Kita berjalan menuju ke gapura selanjutnya, yaitu Gapura pintu ke-II. Di sini terdapat pendopo dan pintu masuk terakhir menuju kompleks pemakaman. 

Di kompleks pemakaman ini terdapat makam Sultan Hadiwijaya, Ki Ageng Pemanahan (Ayah Panembahan Senapati), Panembahan Senapati dan kerabatnya. Kemudian Ki Juru Martani, Panembagan Seda ing Krapyak, Sultan HBII, Adipati Paku Alam I, II, III dan IV. 

Pintu masuk kompleks pemakaman (II)

Pintu masuk kompleks pemakaman (III) yang berdaun pintu kayu

Anw, kita tidak memasuki kompleks pemakaman dan melanjutkan perjalanan ke Sendang Seliran (tempat pemandian) yang posisinya terletak lebih bawah dari kompleks masjid dan makam, tentu saja melewati Gapura pintu masuk.

Gapura pintu masuk menuju Sendang Seliran

Di sebelah kanan Gapura terdapat Sendang Kakung untuk pemandian laki-laki, dan disebelah kiri terdapat Sendang Putri untuk pemandian perempuan.
Sendang Kakung

Sendang Kakung (tampak dari luar pagar)

Pintu Masuk Sendang Putri

Kawasan Sendang Putri

Demikian perjalanan kita menyusuri Kompleks Makam Raja dan Masjid Gede Mataram di Kotagede. Catatan bagi teman-teman yang ingin berziarah ke pemakaman, harap memperhatikan waktu dan pakaian saat berkunjung karena ada aturan khusus untuk memasuki area makam.

Selain itu, terdapat beberapa situs bersejarah lain seperti situs Cepuri, situs Watu Gilang, kompleks perumahan Between Two Gates dan juga kerajinan Perak di wilayah Kotagede ini.



Well, sekian jalan-jalan kali ini.. Spesial thanks to Mbak Nura & Mas Hastangka yang sudah menemani blusukan di Kompleks ini. See you di perjalanan selanjutnya.... 😉

Salam,




Share
Tweet
Pin
Share
22 comments
Tujuh belas Agustus tahun empat lima,
Itulah hari kemerdekaan kita....

Well, bagaimana upacaranya tadi pagi teman-teman? Setelah dua tahun kita sangat meminimalkan berbagai kegiatan outdoor yang berpotensi menularkan Covid-19, alhamdulillah tahun ini kondisinya lebih lebih baik. Pasti rasanya kangen berat bisa  bertemu kolega saat upacara di lapangan, melihat anak-anak kecil mengikuti lomba 17an, kirab budaya (karnaval), atau sesederhana melihat paskibra mengibarkan bendera merah putih. 

Kapan terakhir kali saya mengikuti upacara kemerdekaan? 

Kalau tidak salah sih tahun 2019 saat masih kuliah di Jepang. Walaupun tidak bisa mengikuti upacara formal seperti di Indonesia, kalaupun bisa rasanya juga berpikir dua kali untuk melakukan secara outdoor karena Agustus itu merupakan puncak musim panas di Jepang, tapi perayaan kemerdekaan yang kami lakukan tidak kalah meriah. Nah, penasaran kan seperti apa serunya merayakan 17-an di negeri orang? Di artikel ini saya akan berbagi pengalaman tersebut. Simak sampai akhir ya... 😉

Setiap tahun PPI Kagoshima merayakan kemerdekaan RI dengan potluck party, upacara sederhana (menyanyikan lagu Indonesia Raya) dan lomba-lomba seru untuk semua usia. Karena 17 Agustus itu bukan hari libur resmi di Jepang, kalau tidak bertepatan dengan weekend cukup sulit mengumpulkan mahasiswa dengan kesibukannya masing-masing, jadi kami selalu merayakannya pada weekend sebelum atau setelah tanggal 17 Agustus. 

Kebetulan tahun 2019 saya yang menyusun acara perayaan 17an, farewell party 2019 autum session dan nonton bareng festival kembang api di Dolphin Port. Saya dibantu dengan mbak Irien (bendahara PPIK) untuk mempersiapkan nasi tumpeng dan ibu-ibu lainnya membawa lauk pendamping. Konsep perlombaan beserta hadiahnya dipersiapkan oleh Naura & Aisyah (exchange student 6 bulan) di Veteriner. Suatu kebetulan saat itu beberapa orang tua mahasiswa sedang berkunjung ke Kagoshima, sehingga keluarga besar PPIK bertambah 4 orang. Lalu, tambahan short exchange student (2-4 minggu) sebanyak 8 mahasiswa, masing-masing 4 mahasiswa di Fakultas Perikanan (dari Universitas Sam Ratulangi) dan 4 mahasiswa di Fakultas Kedokteran Gigi (dari UI dan UNAIR) yang tentu saja menambah semarak kemeriahan perayaan kemerdekaan RI di Kagoshima tahun 2019. FYI, saat itu jumlah full time student plus keluarga rasanya nggak lebih dari 20 orang 😅.

Saya dan mbak Irien membuat nasi tumpeng dadakan di lobby Kaikan 1, lalu didekorasi dengan lauk-pauk yang dibawa oleh ibu-ibu lainnya. Meja dan kursi juga segera ditata melingkar sehingga setiap orang bisa duduk saling berhadapan. Bendera merah putih dan peta Indonesia telah dibentangkan di ruangan. Tak lama kemudian keluarga PPIK dan Ibu-ibu Angklung pun tiba di ruangan. Seluruh peserta (warga PPIK) mengenakan baju batik atau baju berwarna merah putih. 

Perayaan kemerdekaan dimulai pukul 12.00 JST (jam makan siang) dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya bersama-sama (Mbak Irien yang menjadi pemimpin upacara, dan saya menjadi konduktor dadakan). Setelah itu dilakukan penyerahan kenang-kenangan dari PPIK dan Ibu-ibu Angklung untuk mahasiswa yang akan kembali ke Indonesia for good pada bulan September 2019, yaitu Naura, Aisyah, serta mbak Vena sekeluarga (mas Tim, Ken dan Kiyomi). Selanjutnya, kami semua berfoto bersama terlebih dahulu sebelum makan siang, karena beberapa mahasiswa short exchange akan mengikuti acara welcome party di Fakultas Perikanan.

Acara makan siang diawali dengan potong tumpeng oleh ayah mbak Icha, diberikan kepada orang termuda di ruangan itu, yaitu Naura yang waktu itu usianya 23 tahun (wakasou!). Selanjutnya peserta boleh menikmati makan siang dengan bebas dan leluasa. Selain tersedia masakan Indonesia yang dibawa oleh warga PPIK, ibu-ibu Angklung juga membawa satu set sushi dan makanan Jepang lainnya. Jadilah menu makan siang kali itu adalah masakan Nusantara dan masakan Jepang yang kaya cita rasa. Perayaan kemerdekaan ini sebenarnya juga momen pertama bagi para short exchange student untuk bisa bertemu dan bertukarpikiran dengan keluarga besar PPIK lainnya, sehingga jam makan siang pun terasa sangat singkat. 

Next, perlombaan. Lomba tebak dan peragaan kata untuk dewasa dipimpin oleh Naura, sedangkan saya mengarahkan anak-anak untuk lomba mewarnai. Sejujurnya lomba buat anak-anak ini effortless karena mereka memang belum paham apa itu kompetisi 😅. Cukup diminta untuk mewarnai gambar lomba 17an di Indonesia, yang mereka sendiri mungkin belum pernah lihat sama sekali hhehe, lalu kita lihat imajinasi mereka seperti apa. Tapi karena nggak dikompetisikan, setiap anak yang selesai mewarnai harus dikasih hadiah, yang selesai paling duluan dia berhak memilih hadiah. 

Peserta lomba tebak dan peragaan kata ini terdiri dari dua orang, satu satu peserta harus memperagakan kata yang harus ditebak oleh pasangan mainnya. Lucu, terutama waktu ada yang kebagian tebak judul lagu, tapi lagunya lagu angkatan lebih muda dari umurnya, alhasil nggak bisa menjawab juga 😂. Ada juga yang nggak tau "zumba" itu seperti apa jadi nggak bisa memperagakan, padahal si pasangan main tau zumba itu apa 😂

Lomba berikutnya wajib diikuti semua orang dewasa, yaitu lomba memindahkan kelereng dengan sumpit dengan waktu 15 detik (Ata-kun yang jadi timer sekaligus juri). Dan yang jelas sumpitnya bukan sumpit kotak ala Jepang, jadi licin sekali buat memindahkan kelereng yang memang bentuknya sudah bulat. If you know how difficult it was 😂. Meskipun demikian, ada lho yang bisa memindahkan 15 kelereng. Keren kan 😂

Acara ditutup pukul 17.00 JST setelah hadiah habis, semua merasa puas bertukarpikiran, dan beberapa tidak sabar perlu persiapan ke Dolphin Port untuk melihat festival kembang api (Hanabi). 

Meskipun tidak semua warga PPIK ikut melihat Hanabi, tapi acaranya berlangsung cukup fantastis. FYI, festival kembang api di Dolphin Port adalah yang terbesar di Kagoshima City. Jadi bisa dipastikan antusias penonton cukup tinggi dan juga atraksi kembang apinya yang luar biasa. Meskipun ditutup dengan hujan deras, tidak mengurangi kekhidmatan pertunjukan :)).

Okay, sekian catatan perayaan 17 Agustus 2019 di Kagoshima yang ditutup dengan nonton bareng Fireworks Festival.


Sampai jumpa di cerita berikutnya ya...

Salam,




Share
Tweet
Pin
Share
18 comments

Setelah short break beberapa minggu lalu untuk fokus ke pindahan dan latsar pekerjaan (tulisan ini nanti saya post di blog Satsuma Career), tanpa terasa saya sudah kangen ngeblog lagi 😌😀

Throwback ke beberapa tahun belakang, saya seperti masih bisa merasakan perubahan musim di Jepang diiringi dengan berbagai specialties-nya. Jujur, masa-masa tinggal di Jepang waktu kuliah dulu itu sangat berat sekaligus ngangenin. Terutama ketika kita sudah bisa membaur dengan budaya mereka, rasanya nggak ada momen yang tidak ada event spesial-nya.

Tsuyu (梅雨)

Sepengetahuan saya dahulu sebagai orang awam, bulan Juni adalah awal dari musim panas di belahan bumi utara. Ternyata proses perubahan musim dari yang mulanya sejuk berangin (musim semi) ke musim panas yang nyaris tidak ada angin ini rasanya seperti anomali. Bulan Juni-Juli, untuk kurun waktu kurang lebih 1 bulan, biasanya curah hujan di Jepang sangat tinggi dibanding bulan-bulan lainnya, sehingga disebut sebagai musim hujan atau tsuyu (梅雨). 

Tsuyu ini hanyalah salah satu jenis musim hujan yang ada di Jepang. Musim hujan yang  disebut uki (雨季) adalah istilah umum yang digunakan untuk menyebut hujan yang terjadi saat memasuki musim panas pada bulan 6-7 atau tsuyu, hujan pada musim gugur di bulan 9 atau akisame (秋雨), dan hujan salju di sisi Laut Jepang pada musim dingin bulan 12-2 atau kousetsu (降雪). 

Dari definisi ini, kita juga akan merujuk pada pilihan kata uki dalam bahasa Jepang untuk menyebut musim hujan yang terjadi di Indonesia.

Saat tsuyu tiba

Saat tsuyu, langit hampir setiap hari berawan atau mendung dan sering hujan baik gerimis sampai hujan lebat. Tetapi... karena kelembapannya cukup tinggi, rasanya gerah atau sumuk. Selain itu, musim ini membuat banyak orang malas melakukan aktivitas di luar rumah karena ribet, basah dan pakaian/sepatu mudah kotor. Orang Jepang menyebut kondisi ini dengan istilah "jime-jime", yaitu kondisi yang sangat lembab, tidak menyenangkan, kotor, atau suram. 

Tsuyu di Kagoshima, biasanya berlangsung bulan Juni-Juli

Hal yang perlu diperhatikan saat tsuyu

The worst part dari tsuyu adalah rawan terjadi bencana banjir bandang dan tanah longsor. Hal ini karena bentuk topografi Jepang banyak di dominasi perbukitan ini sangat rentan terkikis air hujan, dan tentu saja jumlah air hujan yang pada musim ini melebihi kapasitas sungai-sungai untuk menampungnya. Dan buat teman-teman yang merencanakan jalan-jalan pada musim ini, saya sarankan untuk membeli tiket yang bisa direschedule atau bisa dicancel sewaktu-waktu. Ini karena dampak hujan lebat, tanah longsor, banjir, dll bisa membuat jadwal beroperasi kereta, bus, ataupun pesawat dibatalkan secara mendadak. 

Pengalaman di tahun 2018 saat akan ke Oita Perfecture, saya terjebak di Hakata Station (Fukuoka Perfecture) karena hujan yang terlalu lebat, tidak ada kereta ataupun bus yang dioperasikan menuju Oita. Sejak saat itu, saya selalu menghindari traveling antara bulan Juni-Juli.

Traveling saat tsuyu

Hal menarik saat tsuyu: Hydrangea

Well, tapi jangan bersedih karena curah hujan yang cukup tinggi ini justru sangat cocok dengan kondisi tumbuh tanaman Hydrangea atau dalam bahasa Jepang disebut dengan Ajisai (紫陽花). Hydrangea akan memanjakan mata kita dengan berbagai warna dan bentuknya saat tsuyu tiba. 

Hydrangea macrocarpha (courtesy of: @ainun_gumay)

Warna Hydrangea

Hydrangea merupakan tanaman semak yang warna bunganya ditentukan oleh reaksi antosianin pada bunga dengan  ketersediaan ion Alumunium di tanah tempatnya tumbuh.

Tingkat pH (keasaman) tanah akan menentukan warna bunga Hydrangea, karena pH tanah inilah yang menentukan apakah ion alumunium ini akan larut dalam tanah atau tidak. Pada pH rendah (kondisi asam), ion alumunium akan larut dan dapat terserap oleh akar hydrangea, sehingga jika dipadukan dengan antosianin bunga akan berwarna biru. Sebaliknya, jika kondisi pH tanah normal (pH = 7) atau tinggi (kondisi basa), bunga akan berwarna merah karena alumunium tidak larut dan tidak akan terserap oleh akar tanaman. 

Jadi, untuk memodifikasi tanaman agar memiliki bunga berwarna biru, cukup dengan diberikan pupuk yang mengandung kapur dolomit atau tawas yang mengandung alumunium. Well done, my academic background can explain this scientific phenomena 😆

Hydrangea macrophila "Big Daddy" di Jigenji Pak, Kagoshima (Courtesy of @ainun_gumay)

Asal-usul Hydrangea

Hydrangea adalah tanaman asli Jepang, namun pada jaman dahulu tidak begitu populer seperti saat ini. Pada era Meiji, Hydrangea banyak diintroduksikan ke Cina dan negara-negara Barat, kemudian masuk kembali ke Jepang setelah mengalami banyak perubahan (pemuliaan).

 Baru setelah Perang Dunia ke-2, hydrangea ini mencuri perhatian turis asing karena warnanya yang cerah dan bentuknya yang bervariasi. Ada banyat tempat terkenal yang bisa dikunjungi untuk melihat tanaman hydrangea, meskipun kita akan lebih sering menjumpainya sebagai hiasan dalam kolam air yang digunakan untuk mensucikan diri di depan jinja (shrine) atau otera (kuil). 

Hydrangea = Bunga Kematian

Bunga hydrangea memiliki kelompak empat buah sering dianggap mengarah pada kematian. Bahasa jepang dari angka 4 adalah shi (四), dan kematian adalah shi (死). Pelafalan shi yang sama ini membuat angka 4 sering dikonotasikan dengan kematian.

Selain itu, saat tsuyu tiba, suhu berubah drastis sehingga banyak ditemukan orang sakit dan meninggal karena pada masa itu ilmu perawatan medis belum secanggih saat ini. 

Kenapa Hydrangea banyak Ditanam di Kuil?

Masih dengan anggapan sebagai bunga kematian, hydrangea banyak ditanam terutama di daerah tempat terjadinya epidemi. Namun, seiring berjalannya waktu dan berkembangnya fasilitas dan ilmu kesehatan, epidemi tidak lagi menyebabkan kematian. 

Selanjutnya, hydrangea banyak ditanam di kuil-kuil di Jepang (salah satunya di Kamakura) karena mudah perawatannya dan terlihat sangat indah.

Kenapa Hydrangea tidak Ditanam di Kebun?

Pertama, karena hydrangea sering diasosiasikan dengan kematian maka menanamnya di kebun dianggap membawa ketidakberuntungan.

Kedua, fengshui-nya tidak baik. Terutama bagi keluarga yang memiliki anak perempuan yang belum menikah, menanam hydrangea di kebun dipercaya akan menyebabkan keberuntungannya terserap.

Ketiga, alasan yang lebih logis yaitu karena daun hydrangea beracun. Memakan daun hydrangea dalam jumlah kecil meskipun tidak menyebabkankan meninggal, tetapi menyebabkan keracunan ringan. Oleh karena itu, alangkah baiknya tidak menanam di kebun agar tidak termakan oleh anak kecil secara tidak sengaja.

Hydrangea dalam berbagai bentuk dan warna 

Berikut ini adalah daftar koleksi berbagai jenis hydrangea yang ditangkap kamera oleh mbak Ainun, selama tinggal di Kagoshima. Semakin unik warna dan bentuknya, harganya juga semakin mahal. 

Selamat memanjakan mata 😉


Hon Ajisai (本紫陽花) atau Hydrangea Buku

Hon Ajisai adalah spesies hydrangea sederhana yang dibudidayakan asli Jepang. Hydrangea ini berbentuk temari atau setengah melingkar dengan sebagian besar mahkota bunga-nya adalah bunga hias. 

Hydrangea macrophylla var.macrophylla : Hon Ajisai (Courtesy of @ainun_gumay)

Seiyou Ajisai (西洋アジサイ) atau Western Hydrangea 

Hydrangea aslinya berasal dari Jepang, kemudian dibawa ke Cina dan ke Barat, dan setelah mengalami berbagai perubahan, kembali lagi ke Jepang. Hydrangea yang diintroduksikan kembali ke Jepang ini disebut Western Hydrangea, memiliki lebih banyak variasi penampilan.

Hydrangea macrophylla var.macrophylla : Seiyou Ajisai  (Courtesy of @ainun_gumay)
Hydrangea macrophylla var.macrophylla : Seiyou Ajisai (Courtesy of @ainun_gumay)
Hydrangea macrophylla var.macrophylla : Seiyou Ajisai (Courtesy of @ainun_gumay)

Yama Ajisai (山紫陽花) atau Hydrangea Gunung

Yama Ajisai dikenal juga dengan nama mountain hydrangea dan tea of heaven. Tanaman ini merupakan tanaman asli di pegunungan Korea dan Jepang. Jenis ini banyak dibudidayakan sebagai tanaman ornamental yang menarik banyak pecinta tanaman.

Hydrangea serrata: Mountain Hydrangea atau Tea of Heaven  (Courtesy of @ainun_gumay)

Gaku Ajisai (額紫陽花)

Gaku Ajisai adalah semak asli Jepang yang menyebar di wilayah Kanto hingga Chubu, Kepulauan Izu dan Ogasawara. Semak ini tumbuh di daerah pantai yang beriklim sedang. Daunnya tebal, elips lebar dan berhadapan. Corymbs terbentuk di cabang-cabang baru, dan bunga biseksual di tengah dan bunga netral di sekitar pinggiran yang mekar dari bulan Juni sampai Juli. 

Hydrangea macrophylla f. formalis: Gaku Ajisai (Courtesy of @ainun_gumay)

Well, demikian cerita throwback saya mengenang masa-masa perubahan musim panas dengan berbagai suka-dukanya. Sampai bertemu lagi di cerita selanjutnya 😉


Salam,






Share
Tweet
Pin
Share
14 comments

Azalea atau Rhododendron sp. adalah salah satu bunga musim semi di negara empat musim. Namun demikian, nama bunga Azalea mungkin sangat familiar di telinga teman-teman karena banyak dibudidayakan di dataran tinggi di Indonesia.

Dalam bahasa Jepang, azalea disebut tsutsuji (躑躅), bermula dari sebuah pepatah "sangat indah sehingga orang menghentikan langkahnya". Kanji 躑 dan 躅, keduanya sama-sama mempunyai makna "berhenti".

Budidaya Azalea juga sudah menjadi tradisi dalam sejarah Jepang. Jepang sendiri memiliki lebih dari 40 varietas Azalea endemik. Bunga yang memiliki warna berbeda-beda, mulai dari pink, putih, merah, orange, dll. ini akan bermekaran indah pada bulan April - Mei. 

Azalea berwarna pink dipadukan dengan tanaman semak berbunga kuning

Spot untuk Melihat Azalea

Banyak tempat yang bisa dikunjungi untuk melihat hamparan Azalea, baik itu di taman, kuil, dan bahkan pegunungan. Contohnya: Nezu Shrine (Tokyo), Shiofune Kannon-ji Temple (Tokyo), Mt. Tokusenjo (Miyagi), Komurama Park (Shizuoka), Mifuneyama Rakuen (Saga), dst. Informasi tempat-tempat tersebut bisa diakses di website Kyuhoshi dan sumber lainnya. Beberapa tempat, contohnya Nezu Shrine, juga menyelenggarakan festival azalea saat musim semi dimana bunga tersebut bermekaran dengan sempurna. 

Waktu berbunga dari azalea dari bulan April sd Mei ini hampir bersamaan dengan mekarnya bunga sakura jenis Somei Yoshino. Sehingga jika kamu beruntung, kamu bisa melihat keduanya mekar bersamaan di taman.

Azalea dan Sakura jenis Somei Yoshino mekar bersamaan di Kotsuki River, Kagoshima

Tanaman di Pinggir Jalan 

Tanaman pinggir jalan ditanam dengan beberapa tujuan, yaitu sebagai salah satu upaya pelestarian lingkungan (sebagai penyerap karbon dioksida), perbaikan lanskap, dan keselamatan lalu lintas. Diantara beberapa pohon, seperti ginko dan sakura, azalea juga sering ditanam. Azalea secara khusus memiliki kemampuan untuk menyerap formaldehid (salah satu penyebab Sick Building Syndrome) dan memurnikan udara. 

Pemilihan tanaman pinggir jalan ini juga mengacu pada karakteristik regional. Sebagai semak, azalea umum digunakan sebagai tanaman pinggir jalan khususnya di wilayah Kyushu. Memiliki kemampuan adaptasi pada lingkungan ekstrim, membentuk lanskap yang indah tanpa gangguan serangga dan kemampuan memurnikan udara menjadi alasan utama azalea dipilih sebagai tanaman pinggir jalan. 

Kombinasi berbagai warna azalea di depan kampus Kagoshima University

Azalea sebagai tanaman pinggir jalan

Miyama Kirishima

Buat para pendaki gunung, pasti tidak asing dengan Miyama Kirishima yang merupakan sebutan lain dari Kyushu Azalea. Miyama merujuk pada tanaman alpine, sedangkan Kirishima adalah nama Pegunungan Kirishima. Meskipun demikian, Miyama Kirishima tidak hanya endemik di Kirishima, tetapi juga banyak ditemukan di sepanjang gugusan Gunung Aso dan Gunung Unzen, membuat seluruh Kuju terkenal secara nasional.

Kyushu azalea tumbuh berkelompok di lereng gunung yang gundul dimana ekosistemnya terganggu oleh letusan gung berapi. Dengan kata lain, tempat dengan sedikit pohon atau tanpa naungan akan lebih cocok untuk pertumbuhan azalea. Tanaman azalea ini selanjutnya akan menghilang tergantikan oleh munculnya pepohonan baru beberapa dekade setelah letusan gunung berapi.

Miyama Kirishima di Mt. Karakuni (Courtesy of Japan Travel)

Okay... demikian sedikit penjelasan tentang tanaman azalea yang berwarna-warni di musim semi di Jepang. Sampai jumpa di cerita berikutnya ya...


Salam,







Referensi:

1. Kyushu Azalea (Miyama Kirishima) in the Kuju Mountain Ridge 

2. なぜ道路脇に「ツツジ」多い? 一般道や高速道脇に植物が存在する理由とは

Share
Tweet
Pin
Share
11 comments
Older Posts

Total Pageviews

FLAG COUNTER

Flag Counter

About me

About Me

I am Izza, a plant scientist who likes traveling. Mostly I post about cultural exchanges and my travel experiences to historical sites and natural sceneries.

My Snapshots

blog list

  • Pejuang Pena
  • Satsuma Career
  • Satsumakan

Blog Archive

  • ▼  2023 (1)
    • ▼  February 2023 (1)
      • Kecerdasan Buatan yang Bermanfaat buat Traveler
  • ►  2022 (19)
    • ►  October 2022 (1)
    • ►  August 2022 (1)
    • ►  June 2022 (1)
    • ►  May 2022 (1)
    • ►  April 2022 (5)
    • ►  March 2022 (6)
    • ►  February 2022 (3)
    • ►  January 2022 (1)
  • ►  2021 (5)
    • ►  December 2021 (2)
    • ►  November 2021 (1)
    • ►  March 2021 (2)
  • ►  2020 (3)
    • ►  November 2020 (1)
    • ►  July 2020 (1)
    • ►  March 2020 (1)
  • ►  2019 (2)
    • ►  October 2019 (1)
    • ►  May 2019 (1)
  • ►  2018 (2)
    • ►  November 2018 (1)
    • ►  April 2018 (1)
  • ►  2015 (3)
    • ►  October 2015 (3)

Followers

BloggerHub

BloggerHub Indonesia

Blogger perempuan

Blogger Perempuan

1 minggu 1 cerita

1minggu1cerita

Created with by ThemeXpose