Kompleks Makam Raja-raja dan Masjid Gede Mataram di Kotagede

by - October 21, 2022

Terinspirasi ikutan Jakarta Walking Tour (@jktgoodguide), sempat kepikiran untuk ikut kegiatan serupa di Yogyakarta buat muterin tempat-tempat sejarah yang mungkin kalo saya jalan sendiri nggak bakal tau what the story and history behind...  Tapi karena sampai H-sekian nggak ada balasan email (kayaknya rute Kotagede ini juga in high demand), jadinya ke sana ditemenin sama dua orang teman kerja yang notably orang asli Yogya..

Jalan-jalan ke Yogyakarta kali ini sambil tipis-tipis napak tilas sejarah di Kotagede. 

Kenapa tiba-tiba memutuskan ke sini? Jadi ceritanya waktu itu buat persiapan Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) CPNS, saya malah terdistraksi nonton film Sultan Agung: Tahta, Perjuangan, Cinta (2018) di Netflix. Maksudnya biar nggak susah-susah baca buku sejarah, mending belajar sambil nonton aja hhehe.. Trus saat liat scene bagian pemakaman Sultan Agung di Kompleks Makam Imogiri, Bantul dan langsung terpikat sama undak-undakan di gapura pintu masuknya yang bagus banget menurut saya 😅. Setelah googling-googling, eh ternyata di Kotagede juga ada lho versi pertama dan lebih mini tapi nggak kalah sisi historisnya.

Sedikit pengantar, Kotagede mulanya adalah pusat Kerajaan Mataram Kuno (Hindu) yang kemudian dipindahkan ke Jawa Timur (konon salah satu alasannya akibat letusan gunung merapi yang dahsyat) sehingga wilayah ini berubah menjadi hutan lebat yang dikenal dengan nama Alas Mentaok. Beberapa abad kemudian, Alas Mentaok menjadi bagian dari wilayah Kesultanan Pajang yang dihadiahkan oleh Sultan Hadiwijaya (Sultan Pajang saat itu) kepada Ki Gede Pemanahan. Alas Mentaok ini kemudian dijadikan sebagai sebuah kadipaten kecil yang dinamai Mataram oleh Ki Gede Pemanahan yang kemudian kepemimpinannya dilanjutkan oleh Danang Sutawijaya (Dikenal juga dengan nama Senopati). Singkat cerita, Senopati menjadi Raja Kesultanan Mataram yang pertama bergelar Panembahan. Nah, Alas Mentaok yang tepatnya berada di daerah Kotagede saat ini dulunya pernah menjadi ibukota Kasultanan Mataram.

I remember the lullaby story of my father when I was 7 years old talked about the war between Jaka Tingkir (Sultan Hadiwijaya) versus Arya Penangsang.. With help from Ki Ageng Pamanahan, Ki Panjawi and Ki Juru Martani (known as the Three Musketeers of Mataram), they defeated Arya Penangsang.. In those war, Danang Sutawijaya (the son of Ki Ageng Pamanahan which also the adopted child of Sultan Hadiwijaya, which then would be known as Panembahan Senopati the first King of Mataram Sultanate) help his fathers.

Perjalanannya dimulai dari sini...

Jadi, menurut Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta, konsep tata kota/tata wilayah tradisional Jawa di Kotagede menerapkan empat elemen (catur gatra), yang terdiri dari rumah raja, pasar, alun-alun, dan masjid. Dari keempat elemen tersebut, yang masih dapat dilihat sampai sekarang hanya masjid (masjid Ageng) dan pasar Kotagede. 

Well,.. kali ini kita bakal jalan-jalan ke Masjid Gede Mataram dan kompleks pemakaman Raja-raja di Kotagede yang tepatnya berada di Sayangan, Jagalan, Kec. Banguntapan, Kab. Bantul, Yogyakarta. Untuk menuju ke sana, pengunjung dapat menggunakan Trans Yogya kemudian dilanjutkan dengan transportasi online menuju ke lokasi.

Area parkir bagi pengunjung yang membawa kendaraan pribadi

Tidak jauh dari pakiran, kita berjalan menyusuri sebuah gang kecil dengan gapura berarsitektur paduraksa (arsitektur Jawa & Bali kuno yang merupakan perpaduan Hindu-Buddha) pada bagian ujung jalan. Pertama-tama, kita tidak langsung masuk ke dalam gapura melainkan berjalan mengelilingi tembok luar dari kompleks masjid dan makam terlebih dahulu.

Gapura memasuki Masjid Gede dan area pemakaman

Dari luar kompleks ini kita bisa melihat tembok besar yang dibangun mengelilingi kompleks Masjid Gede dan Pemakaman, serta Sendang Kemuning yang berbaur dengan rumah penduduk. Dari tembok luar juga kita bisa melihat Sendang Kakung dan gapura masuknya.

Tembok di sekeliling kompleks Masjid Gede dan Makam

Sendang Kemuning

Gapura menuju ke Sendang Seliran tampak dari luar pagar

Setelah memutari pagar kompleks dari luar, saatnya kita memasuki gapura yang langsung menuju ke halaman Masjid Gede. Di sebelah kanan papan nama dan papan penjelasan, terdapat prasasti hijau yang menceritakan proses pembangunan Masjid Gede yang belangsung dalam dua tahap, yaitu tahap pertama oleh Sultan Agung dan tahap kedua oleh Paku Buwono X. 

Masjid Gede sendiri memiliki arsitektur limasan, sebuah gaya arsitektur Jawa yang sudah ada sejak zaman Mataram Kuno, yang dicirikan dengan atap yang berbentuk limas dan ruangan yang terbagi menjadi ruang inti dan serambi. Hingga saat ini Masjid Gede masih aktif digunakan oleh warga untuk kegiatan keislaman.

Masjid Gede dan Prasasti Hijau di kompleks halamannya

Papan Informasi tentang Masjid Gede dan Kompleks Pemakaman Raja-raja Mataram

Selanjutnya, disebelah kiri terdapat gapura memasuki kompleks pemakaman lapisan yang pertama. Di situ terdapat tulisan "Kanjeng Panembahan Senapati Bertahta Keradjaan Mataram" disertai informasi tahun-tahun penting. 

Gapura pintu masuk kompleks pemakaman (I)

Di sini terdapat kamar kecil (toilet) dan karena matahari sore tenggelam di sebelah barat tampak dari Gapura pintu ke-II ini, maka saya sempatkan mengambil gambar sunset.

Kita berjalan menuju ke gapura selanjutnya, yaitu Gapura pintu ke-II. Di sini terdapat pendopo dan pintu masuk terakhir menuju kompleks pemakaman. 

Di kompleks pemakaman ini terdapat makam Sultan Hadiwijaya, Ki Ageng Pemanahan (Ayah Panembahan Senapati), Panembahan Senapati dan kerabatnya. Kemudian Ki Juru Martani, Panembagan Seda ing Krapyak, Sultan HBII, Adipati Paku Alam I, II, III dan IV. 

Pintu masuk kompleks pemakaman (II)

Pintu masuk kompleks pemakaman (III) yang berdaun pintu kayu

Anw, kita tidak memasuki kompleks pemakaman dan melanjutkan perjalanan ke Sendang Seliran (tempat pemandian) yang posisinya terletak lebih bawah dari kompleks masjid dan makam, tentu saja melewati Gapura pintu masuk.

Gapura pintu masuk menuju Sendang Seliran

Di sebelah kanan Gapura terdapat Sendang Kakung untuk pemandian laki-laki, dan disebelah kiri terdapat Sendang Putri untuk pemandian perempuan.
Sendang Kakung

Sendang Kakung (tampak dari luar pagar)

Pintu Masuk Sendang Putri

Kawasan Sendang Putri

Demikian perjalanan kita menyusuri Kompleks Makam Raja dan Masjid Gede Mataram di Kotagede. Catatan bagi teman-teman yang ingin berziarah ke pemakaman, harap memperhatikan waktu dan pakaian saat berkunjung karena ada aturan khusus untuk memasuki area makam.

Selain itu, terdapat beberapa situs bersejarah lain seperti situs Cepuri, situs Watu Gilang, kompleks perumahan Between Two Gates dan juga kerajinan Perak di wilayah Kotagede ini.



Well, sekian jalan-jalan kali ini.. Spesial thanks to Mbak Nura & Mas Hastangka yang sudah menemani blusukan di Kompleks ini. See you di perjalanan selanjutnya.... 😉

Salam,




You May Also Like

22 comments

  1. Saya jadi ingat novel favorit saya Api di Bukit Menoreh, di situ diceritakan pertama kali alas Mentaok dibuka dan dijadikan pemukiman.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya betul mas... Saya masih mencari2 nih naskah novelnya. Dulu saya pernah dengar cerita Api di Bukit Menoreh dari Sandiwara Radio

      Delete
  2. Saya lokasi Malang, baca artikel ini serasa jalan-jalan sampai sana. Makasih banyak untuk artikel ini, meski terbatas jarak, tapi tetep bisa melihat dari sisi mana pun..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Waa.. thank you mbak Duwi sudah menyempatkan mampir dan meninggalkan jejak di blog ini. Senang rasanya bisa menjadi perantara jalan-jalan virtual ;))

      Delete
  3. Jalanan di Kotagede selain bersejarah juga unik menurut saya. lorong-lorongnya seperti suasana zaman dahulu. Tapi saya belum pernah mampir ke makam raja rajanya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Oh betul mbak yang di area between two gates... saya malah belum ke daerah ini. Next mungkin kalau pulang ke jawa lagi. Thanks info-nya mbak :))

      Delete
  4. Nuansa masjidnya gabungan Hindu dan Muslim ya kak. Jadi inget salah satu masjid di Kudus (kalau nggak salah) yang konsep arsiteknya juga sama. ❤️

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya betul mbak Dinda.. Menara-Masjid Kudus konsepnya juga akulturasi budaya Hindu & Islam :))

      Delete
  5. Waaa seru bangettt yaa walking tour di Jogja. Banyak tempat-tempat yang bisa dikunjunginya. Jadi pengen juga ngelakuin itu kalo kesana. Thanks kak sudah sharing!

    ReplyDelete
  6. Salfok sama jemuran warga dekat gapura dan warung kopinya. Kenapa dekat sekali ya sama tempat wisata sejarah ini. Jadi kurang elok rasanya 😥

    But, thanks kak untuk perjalanannya di kotagede. ^^

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iyapp betul banget... pas mau ambil foto juga bingung, dan bertanya2 sendiri "ini serius dulu tempat sejarah? kok gini amat ya.."

      Semoga ke depan perhatian pemerintah dengan situs-situs sejarah bisa lebih baik ya mbak.. minimal dinas pariwisata/kebudayaan daerahnya dulu

      Delete
  7. Duh ku cinta banget sama lokasi-lokasi sejarah yang kayak gini deh. Jogja dan sekitarnya emang paling banyak tempat sejarah yang kayak gini iya. Aku belum pernah ke sini nampaknya. nampaknya wajib dikunjungi neh kalau lagi di daerah sana.
    thank you infonya kaaa

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya kak... recommended banget buat pecinta sejarah :))
      thanks juga kak sudah meninggalkan jejak :))

      Delete
  8. Sebagai orang yang suka sejarah, suka banget sama traveling yang sifatnya edukasi sejarah. Terima kasih infonya kk

    ReplyDelete
    Replies
    1. Setuju mas Dhafin, sekali mendayung 2-3 pulau terlampaui kan ya...
      Thanks sudah meninggalkan jejak mas :))

      Delete
  9. Yeay, nambah lagi wishlist edukasi sejarahnya. Thankyou infonya, mbaaa

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sama-sama mbak Ullya... ;))
      Makin banyak jalan makin banyak yang bisa dipelajari ya mbak, hhehe

      Delete
  10. Menikmati perjalanan liburan ke makam raja-raja + masjid bersejarah tentunya memberikan kebahagiaan tersendiri ya. Dapat banget edukasinya. Thanks ya kak infonya
    Salam: Dennise Sihombing

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya kak betul banget... bisa jalan-jalan sambil belajar hhehe...
      Thanks for visit ya kak Dennise :))

      Delete
  11. Menelusuri jejak sejarah Kerajaan Mataram Kuno ini sangat menarik ya..
    Mendapatkan banyak sekali budaya Indonesia yang masuk saat itu sekaligus dengan agama yang dianut banyak masyarakat yang turut mewarnai budaya Jawa hingga saat ini.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya betul mbak... jadi paham kenapa banyak masjid-masjid yang arsitekturnya bercorak Hindu-Buddha...

      Thanks sudah meninggalkan jejak mbak :))

      Delete

Thanks for leaving your comments