• Home
  • About
    • Author
    • Satsuma Biru
  • Categories
    • Travel
    • Culture
    • Live Hack
  • Countries
    • Australia
    • Indonesia
    • Japan
    • South Korea
  • Language
    • 日本語
    • English
    • Bahasa
  • Others
    • FAQ
    • miscellaneous
    • blog walking
linkedin facebook twitter instagram pinterest bloglovin Email

Satsuma Biru

Ikatlah Ilmu dengan Menuliskannya - Ali bin Abi Thalib -

This time,  I will share my trip to Malioboro (Special Region of Yogyakarta) that actually not so far away from my hometown. Because I visit there often, I never have serious effort to take proper documentations 😅

I have never consider Malioboro as a place that would attract tourist visitor because I often visit this place at least three times in a year. One day I moved to Bogor for my study, and my university friends eagerly want to visit Malioboro on the way back of our study tour. Is Malioboro that famous? I surprised.

Malioboro is very famous location in the heart of Yogyakarta City. It just southern part right after the railway of Yogyakarta (Tugu) Station. To get here, you can take direct train from other city that stop at Yogyakarta (Tugu Station) or take an airport train (kereta bandara) from Yogyakarta International Airport that bound for Tugu Station. At the exit gate, walks to the eastern direction for 5 minutes then you will find a street named Malioboro.

Malioboro's Pedestrian Strees
Pedestrian Street in Malioboro

Yes, actually Malioboro is name of a street. However, you can find a lot of street vendors that sell clothes, herbs (jamu), souvenirs, etc. You will find a lot of stuff is sold with high price, but I tell you the secret that you should bargain at least 1/3 times from the initial price. That's how it works.

You can also find traditional stalls (angkringan or hik) that sell local foods. Enjoying angkringan foods with black coffee may be the best way to feel the local wisdom. If you are looking for Gudeg (the jackfruit curry, the specialty food of Yogyakarta), it's better to look for a restaurant. 

Malioboro's Pedestrian Street 2
Other side of pedestrian where becak make a stop

You may wonder why there are a lot of pedicab or cycle rickshaw? The locals call it becak. It is human-drawn carriage that several years ago still popular in Indonesia. Recently the number of becak decreasing, even I forgot when the last time I used this kind of transportation. I am not sure what the reason, may be because the increasing of bike taxi or ojeg online popularity. But here, you can still find some of them.

Kereta Kuda in Malioboro
Kereta kuda that waiting for the customers

Every time I visit Malioboro, I interested in the horse-drawn carriage or kereta kuda in Bahasa Indonesia and locals call it in Javanese Language as andong, dokar or bendi. The horse-drawn carriage is one type of traditional transportation in Indonesia, I used this transportation in my home town when I was a kindergarten and elementary student. Currently, it is only used for tourism purpose.

Selasar Malioboro

Selasar, in bahasa, is a porch or veranda (some are not roofed). It also the lowest hall where the people or low-ranking employees face. However, in home property, selasar is a room, aisle or a path that connects one point to another in a building, for example from one door to another. Refers to the position of station, selasar Malioboro and Malioboro itself, I wonder that the last definition is the most suitable.

Selasar Malioboro is built by PT Kereta Api Indonesia (PT KAI, an Indonesian Railway Company) as a showroom for the small micro and medium enterprises and an area for local cultural arts performances. Its also integrating Yogyakarta (Tugu) Station with Malioboro Street tourist area. This is quite new place that available for public started from March 2021.

Selasar Malioboro
The building of Selasar Malioboro

What is inside Selasar Malioboro? I know you must be impatient to find out. There are local people that sell traditional food and coffee called as "Angkringan". In my hometown (near Solo) this stall is more familiar with the name of "Hik", even actually they are the same things. Angkringan normally open after 6 p.m., but Selasar Malioboro open from early morning.

Angkringan in Selasar Malioboro
Table and bench to enjoy the food

Now, I will explain you how Angkringan works.

There are several carts that displaying diverse food. Ask for the plate from the merchant, then choose food you want to eat. This time I choose nasi rica-rica ayam (rice with spice mixture chicken), satay of quail egg mixed with chicken organ, and tahu bacem (tofu boiled with brown sugar). Then, ask the merchant to warm your food. Wait in the bench, the merchant will bring back to you when the food are ready.

Angkringan's food
Foods displayed above the cart

Because the concept of angkringan is to eat what you want while have conversation with your friends, you can request more of food if the conversation hasn't finish or you are still hungry. You will pay the whole order after you finish your business there. The price is not really expensive. I pay Rp 12.000 for the food I ordered.

Angkringan's food
Grilled food I ordered

I will tell you the most favorite drink in angkringan that famously known as Kopi Joss. It is a typical Yogyakarta coffee served with hot charcoal. Once made, the black coffee is immediately mixed with pieces of charcoal that are still smoldering so that it makes a 'josss' sound. This voice later became the origin of the name Kopi Joss. This coffee is usually sold at angkringan-angkringan in Yogyakarta. A cup of jos coffee costs around 5.000 rupiah. You should give a try if you are a big fan of coffee.

Kopi Joss
Kopi Joss (picture taken from travel.tempo.co)

Above is my story about Malioboro and angkringan in Yogyakarta. I have more story about my visit in Taman Sari that I will post later. 

See you in the next travel story.

Share
Tweet
Pin
Share
No comments

Pernahkah melihat video di televisi kalau ikan koi di Jepang itu hidup di selokan penduduk yang airnya sangat bersih sekali? Video itu benar dan nyata. Tetapi jangan salah juga, karena tidak semua selokan di Jepang itu ada ikan koi-nya.

Kali ini teman saya mengajak saya berkunjung ke "koi no oyogumachi" (鯉の泳ぐまち) yang secara harfiah berarti kota tempat ikan koi berenang. Di sini memang kita bisa menjumpai ikan koi berenang di sepanjang selokan di dalam kota. 

Saat mengunjungi tempat ini, hujan masih mengguyur sangat deras. Sehingga dengan berat hati saya meninggalkan kamera di mobil dan mengandalkan Iphone 7 yang baterainya sekarat untuk mendokumentasikan pemandangan sekitar. Semoga gambarnya memuaskan ya 😊

Koi no oyogumachi entrance gate
koi no oyogumachi parking area

Menurut informasi dari Nagasaki Tourism Center, Shimabara memang sejak dahulu dikenal sebagai kota air atau mizu no machi (水の町) . Di daerah Shinmachi ini terkenal akan banyaknya sumber mata air. Sampai dikatakan bahwa jika kamu menggali tanah sedalam 50 cm, maka mata air akan keluar. 

Di kota ini, sekitar 1500 ikan koi dilepaskan di saluran air diantara rumah warga oleh asosiasi lingkungan setempat. Tujuannya tidak lain adalah untuk menumbuhkan kepekaan anak-anak terhadap lingkungan, mewariskan sumber mata air yang jernih kepada generasi muda, dan sebagai upaya menarik wisatawan.

nagasaki koi no oyogumachi
ikan koi di kolam depan visitor center (ii)

Karena sumber air ini sangat bersih, air dari saluran air ini dapat langsung diminum lho... Luar biasa sekali!  Nggak perlu repot-repot memasak air kalau begitu kan ya..

Oh ya, karena hujan, ikan koi-nya banyak bersembunyi dibawah jembatan. Sehingga kami pun kesulitan menemukan keberadaannya dan terlihat sangat jarang di foto.

nagasaki koi no oyogumachi
tempat berteduh sambil melihat koi di bawahnya

Sepanjang jalan, banyak disediakan bangunan untuk berteduh yang memungkinkan para pengunjung melihat ikan koi sambil beristirahat dibawah naungan. Oh ya, demi menjaga kebersihan lingkungan, memberikan pakan ikan dilarang lho ya.. Jadi ikan koi ini dibiarkan mencari makanannya sendiri dari alam.

Penampilan Nishiki-koi yang berwarna-warni tentu akan menyejukkan suasana hati yang melihatnya. Koi no oyogumachi saat ini menjadi tempat yang populer untuk berjalan-jalan di sekitar air dan bersantai bagi warga setempat maupun wisatawan dari luar kota.

nagasaki koi no oyogumachi
ikan koi di saluran air penduduk setempat

Kami menghabiskan waktu di sini cukup lama. Pertama, karena ikan koi-nya yang banyak dan lucu-lucu. Kedua, masih amazed dengan kebersihan saluran airnya. 

Ternyata tidak hanya kami yang tetap nekat mengelilingi saluran air di wilayah ini walaupun dalam keadaan hujan. Beberapa keluarga kecil juga menyempatkan berkunjung dan berkerumun dimana ikan koi berkumpul. 


nagasaki koi no oyogumachi
ikan koi di saluran air penduduk setempat (ii)

Demikian ulasan saya tentang Koi no Oyogu Machi. Kujungan ini adalah bagian dari Perjalanan Singkat ke Nagasaki dengan Kyushu Foreign Student Pass. 

Sampai ketemu lagi di tulisan selanjutnya 😉



Share
Tweet
Pin
Share
4 comments
Hujan turun di Shimabara ketika kami tiba di Area Parkir Samurai Residence, tepat di depan Taman Sakura dimana Shidare Zakura (jenis sakura yang batangnya menjulur) sedang bermekaran. Kami memberhentikan mobil, menyiapkan payung, dan berjalan sekitar 500 m menuju lokasi Samurai Residence. 

Jika Anda menggunakan transportasi umum, Anda dapat mengambil jalur JR Nagasaki ke stasiun Isahaya, kemudian beralih ke Shimabara railway dan berhenti di Stasiun Shimabara. Kemudian Anda bisa berjalan ke arah barat sekitar 10 menit.

Kediaman samurai di Shimabara gratis untuk masuk, dan kami memiliki kesempatan untuk menjelajahi setiap ruangan di dalam rumah tersebut. Jadi nikmati saja pelan-pelan, mungkin hanya butuh 15-20 menit untuk mengunjungi ketiga rumah tersebut.

Samurai residences terdiri dari tiga tempat tinggal, yaitu Shinozuka, Yamamoto dan Torita Residence. Setiap rumah memiliki gaya yang berbeda karena kekayaan, ukuran, dll. Saya menyusun gambar setiap rumah dengan fokus pada gerbang utama, taman, ruang utama dan dapur yang sangat berbeda dari pandangan mata. Kemudian, persis di depan tempat tinggal, terdapat sebuah kanal yang airnya digunakan untuk kebutuhan sehari-hari.

Canal of Shimabara Bukeyashiki
Canal in the Samurai Residences District

Di depan Shinozuka Residence, terdapat pohon Sakura yang mekar di musim semi. Saya tidak dapat menentukan jenis Sakura tersebut, tetapi itu adalah jenis sakura yang mekar paling awal dari jenis yang lain. Kamar utama cukup besar untuk kamar pria dan kamar wanita yang dipisahkan. Kemudian, kami pindah ke dapur sederhana rumah ini.

Shinozuka's House Shimabara

Yamamoto Residence adalah rumah yang paling terbesar. Isi rumahnya antara lain terdapat kamar utama pria dan wanita, beranda terpisah, taman bergaya Jepang, dan dapur yang cukup besar dengan peralatan yang lengkap. Kami kemudian beralih ke kamar mandi, saya bisa melihat sistem lama penggunaan bak mandi untuk ofuro. Bak mandi yang berisi air matang dihangatkan dari tungku di luar.

Yamamoto's House Shimabara

Japanese Traditional Bathroom
Kamar mandi model Jepang jaman dahulu

Terakhir adalah Torita Residence yang sekilas memiliki rooftop yang unik. Di dalam rumah lebih besar dari Shinozuka, tapi lebih kecil dari Yamamoto Residence. Rumah ini terdiri dari ruang utama pria dan wanita, dapur, kamar mandi, dan ruang tamu.
Torita's House Shimabara
Setelah berjalan-jalan di sekitar Samurai Residence kita melanjutkan makan siang di Himematsuya Honten, sebuah restoran di depan Shimabara Castle yang menyediakan Guzoni (masakan khas Shimabara). Guzoni adalah sup mochi yang hampir mirip dengan Ozoni yang disantap saat tahun baru. Harganya bervariasi antara 800-2000 Yen.

Guzoni Shimabara Traditional Food
Guzoni

Kami melanjutkan perjalanan ke Kastil Shimabara yang hanya berjarak lima menit jalan kaki. Saat memasuki gerbang kastil, kami tertarik dengan warna ungu bunga wisteria (Fuji no Hana). Saya hanya merasa aneh, itu awal Maret, tetapi wisteria sudah mekar penuh? Kemudian kami sampai pada bunga wisteria yang sebenarnya palsu.

The Castle from the Fake Wisteria Flower Bench


Kami terus berjalan menikmati sakura yang mekar lebih awal di sekitar kastil tetapi tidak masuk ke dalam kastil itu sendiri. Itu dingin, hujan dan basah. Jadi kami kembali ke mobil dengan tergesa-gesa.

Shimabara Castle Nagasaki
Shimabara Castle

Cerita ini adalah bagian dari Short Visit to Nagasaki Perfecture menggunakan JR Kyushu Foreign Student Pass. English version of this article can be found in Rainy Day in Samurai Residences and Shimabara Castle.

Sampai jumpa di cerita perjalanan selanjutnya.


Share
Tweet
Pin
Share
29 comments
Newer Posts
Older Posts

Total Pageviews

FLAG COUNTER

Flag Counter

About me

About Me

I am Izza, a plant scientist who likes traveling. Mostly I post about cultural exchanges and my travel experiences to historical sites and natural sceneries.

My Snapshots

blog list

  • Pejuang Pena
  • Satsuma Career
  • Satsumakan

Blog Archive

  • ►  2023 (1)
    • ►  February 2023 (1)
  • ▼  2022 (19)
    • ►  October 2022 (1)
    • ►  August 2022 (1)
    • ►  June 2022 (1)
    • ►  May 2022 (1)
    • ►  April 2022 (5)
    • ►  March 2022 (6)
    • ▼  February 2022 (3)
      • Strolling Around Malioboro, A Major Shopping Stree...
      • Sebuah Kota Tempat Ikan Koi Berenang
      • Hujan Gerimis di Kediaman Samurai dan Kastil di Sh...
    • ►  January 2022 (1)
  • ►  2021 (5)
    • ►  December 2021 (2)
    • ►  November 2021 (1)
    • ►  March 2021 (2)
  • ►  2020 (3)
    • ►  November 2020 (1)
    • ►  July 2020 (1)
    • ►  March 2020 (1)
  • ►  2019 (2)
    • ►  October 2019 (1)
    • ►  May 2019 (1)
  • ►  2018 (2)
    • ►  November 2018 (1)
    • ►  April 2018 (1)
  • ►  2015 (3)
    • ►  October 2015 (3)

Followers

BloggerHub

BloggerHub Indonesia

Blogger perempuan

Blogger Perempuan

1 minggu 1 cerita

1minggu1cerita

Created with by ThemeXpose